Saturday, August 21, 2010

Kemunafikan apa lagi ini ?

Dana Aspirasi, Catatan untuk Tamtowi Yahya

clip_image008

Setelah saya menulis Ironi Dana Aspirasi di kompasiana beberapa waktu lalu (baca: klik di sini), ternyata masih ngawur pikiran saya kenapa toh Partai Golkar sangat “NgotoT” harus direalisasikan dan termasuk Partai Demokrat adem-adem saja (yang dulunya ngotok tolak), PAN dan PKS menolak namun katanya itu kata person bukan kata partai/fraksi, serta PPP dan PKB no coment, wah semakin kuat dugaan saya bahwa konsep ini ada kesepakatan bersama dengan sesamanya “Partai Koalisi”, malah lebih seru lagi Dana Aspirasi ganti nama menjadi P4D, menurut saya yang awam ini, pergantian nama saja itu sudah merupakan “isyarat” bahwa sesungguhnya permintaan dana itu yang nota bene atas nama rakyat, tidak benar dan patut di”TOLAK”, yang jelas Partai Golkar plus partai pendukungnya keliru dan “Partai Golkar Salah” (baca: Tulisan Bung Dr. Poempida Hidayatulloh, klik di sini). Kalau memang ide dana aspirasi dari Partai Golkar (baca: Partai Koalisi) bagus, kenapa ganti nama lagi, atau usulan itu memang tidak melalui kajian, atau hanya kajian “investasi politik” atau demi menambah kocek pribadi saja?

Sebenarnya saya malas lagi bicara tentang hal ini setelah tulisan pertama saya tersebut (itupun saya berkomentar karena hanya mewakili masyarakat kecil disekitar saya), namun hati tetap bergejolak karena jelas konsep (pembodohan) ini akan bertolak belakang dengan substansi pemerataan dan keadilan atau konsep pembangunan“pro rakyat”. karena:

1. Disalah satu tayangan televisi swasta (Metro TV,20/6), Anggota Fraksi Golkar, Tamtowi Yahya menyatakan bahwa ide Dana Aspirasi/P4D (Program Percepatan dan Pemerataan Pembangunan Daerah) ini merupakan “ide cerdas” dan tidak benar dana aspirasi ini akan membawa ketimpangan pembangunan antara jawa dan luar jawa, dan Tamtowi menyebut dasar undang-undangnya…dst..dst…..pokoknya mantaplah dana aspirasi itu menurut Tamtowi………. Sungguh ironi seorang Tamtowi Yahya, yang saya kenal cerdas dan bermoral (namun ternyata itu hanya kalau sebagai presenter kuiz), oh pola pikir dan ngomongnya seperti itu ya….????, ini namanya sudah terkontaminasi dengan pola atau tabiat Partai Golkar yang piawai berpolitik atau memang Tamtowi baru belajar berpolitik. Kalau tidak tau apa Fakta dan Data yang terjadi di daerah, diam saja sobat, belajar dululah, anggaplah priode pertama ini sebagai training politik untuk Anda. Anda tidak perlu isi acara demikian, Anda sudah terkenal dan sudah menjadi public figure sebelumnya, nanti malah lebih membingunkan masyarakat, dan citra Anda bukan naik malah akan jatuh. Jangan paksa keadaan seakan Anda mau jadi pahlawan “rakyat”–“maaf”, jadi sekali lagi Anda diam saja…..Anda tidak tau fakta di lapangan…OK)

2. Bung Tamtowi ………. Memang betul ada namanya Musrembang mulai kab/kota/prov/pusat, namun yang masalah adalah sejak otoda digulirkan, itu berjalan setengah hati (Anda tidak tau karena geliat Anda di Entertaiment Bisnis, Anda tidak punya pengalaman disini, maaf)……….. Sesuai “Fakta dan Data” yang terjadi dilapangan Bung Tamtowi …… OTODA itu BERJALAN SETENGAH HATI karena, otoda hanya sampai di kab/kota (finish di Bupati/Walikota bukan di Kepala Desa/Kelurahan), artinya dalam perencanaan yang dilakukan kab/kota, tidak libatkan masyarakat sebagai atau termasuk stakeholdernya pembangunan itu (tapi cuma penonton dan diatasnamakn saja), justru kita sering sama dengar bahwa karena adanya “otoda” semakin menjamurlah raja-raja kecil di daerah, itu sebuah konsekuensi karena otoda berjalan setengah hati, padahal otoda bagus Cuma manusia yang menjalankannya adalah serakah atau rakus materi dan kekuasaan.

Dalam Musrembangda di kab/kota, Kepala Desa/Kelurahan dan Camat, dihadirkan dan ada sih usul masuk tapi hanya formalitas belaka dan mereka manggut saja dan ABS (asal bapak-bupati/walikota-senang)……Itu yang terjadi Bung Tamtowi, pusat masalahnya ada di pra Musrembangda bukan di Musrembangnas. Sebenarnya legislative ketahui ini atau pura-pura tidak tahu, namun mereka biarkan, dan biasanya pula pada momentum ini proyek dibagi habis sebelum APBN/APBD terealisasi ke daerah, terjadi pen”jatah”an proyek (salah satu modus korupsi berjamaah). Nah apalagi kalau momentum Dana Aspirasi, lebih amburadul lagi,

Anda saja, tentu tidak tau apa aspirasi di Dapil Anda sendiri… (pertanyaan yang sama juga diajukan Fajrul Rahman dan Anda tidak mampu jawab itu kan ……? saya berani prediksi/estimasi 90% output musrembang disusun dan direncanakan oleh kab/kota (lebih gawat lagi perencanaan itu dibuat berdasarkan kepentingan tertentu (person) pejabatnya, bukan hasil musyawarah atau aspirasi atau kebutuhan masyarakat itu sendiri).

Perencanaan yang menjadi APBNP 2011 itu lebih 1.000 T. Karena perencanaan itu sedikit kurang fair (tidak melibatkan lansung rakyat yang Anda wakili, termasuk anggota DPR lainnya) maka sebaiknya itu saja yang diawasi (sesuai fungsi legislasi Anda), tidak usah ada dana khusus seperti “dana aspirasi” yang 8,4 T itu (@15 M/anggota DPR) untk diawasi langsung oleh Anggota DPR, namun bagi hitungan saya, 15 M/anggota DPR itu terlalu sedikit, katanya tanggung…..ga bisa berbuat apa-apa, ya paling di korup saja, atau dalam bentuk money politik sebagai investasi Pileg 2014……Hebat dan Hebat. Dan yang Hebat bukan Partai Golkar tapi Partai Koalisinya Presiden Yudhoyono.

3. Slogan Partai Golkar adalah “Suara Golkar, Suara Rakyat”, jangan buktikan slogan itu dengan meminta dana aspirasi, tapi coba buktikan slogan itu dengan menata manajemen otonomi daerah, supaya benar-benar berjalan sesuai eksistensi otoda, yaitu berakhir di desa/kelurahan atau biasa juga disebut otonomi desa (otonomi desa bukan hanya sekedar pemilihan langsung kepala desa) bukan disitu substansi yang saya maksud, tapi libatkan masyarakat secara lansung dalam proses perencanaan, bukan hanya libatkan sekedar saat pemilihan kepala desa, kasian rakyat, selalu atas nama saja. Berdaulat tapi Lemah…….Rakyat harus kuat kalau negara mau kuat pula.

image

Tidak dipungkiri bahwa Dana Aspirasi atau P4D (Program Percepatan dan Pemerataan Pembangunan Daerah) tsb, jelas sebagian besar anggota DPR menolak usulan Partai Golkar tersebut. Juga termasuk muncul penolakan dari Menko. Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Kita tidak tahu apakah penolakan itu “benar atau tidak” karena pada dasarnya jika usulan itu diterima DPR dan pemerintah—apakah secara terpaksa atau tidak—jelas sangat menguntungkan bagi setiap dan semua anggota DPR. Karena dana aspirasi itu membuka peluang lebih besar memperkuat posisi mereka (vis-a-vis konstituen) masing-masing yang bakal menimbulkan berbagai implikasi dan dampak positif ataupun negatif. Keyakinan saya (penulis) kalau toh lolos, akan diterima secara paksa “voting”, karena disitu letak sandiwaranya wacana ini.

Teman kompasianer, tolong bantu jawabannya, rakyat butuh penjelasan yang riel dan masuk akal. Benar atau salahkah konsep “Dana Aspirasi” ini, ada kesepakatan bersama dengan “Partai Koalisi” kah, dan kenapa mesti “Dana Aspirasi” ganti nama menjadi Dana P4D(Program Percepatan dan Pemerataan Pembangunan Daerah) ?????? Benarkah nanti ujungnya Voting…lalu masing-2 Anggota DPR dengan suka cita kedapilnya berinvestasi politik ? Benarkah dugaan bahwa Anggota DPR akan sinergi Bupati/Walikota dalam mengelola dana P4D itu..?

image

Benar atau salahkah dugaan-dugaan tersebut diatas ???? Terimakasih sobat kompasianer sempatkan komentar, dan untuk itu akan saya infokan ke masyarakat sekitar saya, syukur kalau sobat kompasianer bersedia/dapat juga menyampaikan rakyat disekitarnya….Mari kita “rakyat” bersatu melawan praktek-praktek tidak benar dalam menata republic ini ….. bantu rakyat berarti bantu diri sendiri, karena kita berada dikomunitas itu….salam.

image

Sedari dulu Golkar menjadi Pejuang mengatas namakn Rakyat, Kenyaannya Golkar selalu mendukung ide-ide menyengsarakan Rakyat.

Masih adakah yang lebih Munafik !

Aburizal Bakrie Tak Punya Malu?

clip_image002

Sitor Situmorang dan Daoed Joesoef jelas menolak menerima hadiah penghargaan Bakrie Award 2010 tetapi Aburizal Bakrie dalam lembaran pidatonya yang ada di Kompas Minggu, 15 Agustus 2010 berjudul: “Maju Terus Negeriku” tetap mencantumkan foto-foto Sitor Situmorang dan Daoed Joesoef.

Saya kutipkan sebagian isi pidato Aburizal Bakrie (dalam teks Italic)  yang ada di Kompas kemarin:

Saya mengerti tidak semua tokoh yang mendapat penghargaan Ahmad Bakrie menyambutnya dengan tangan terbuka. Sitor Situmorang dan Daoed Joesoef telah mengatakan bahwa mereka menolak menerima penghargaan ini.

Aburizal Bakrie, nampak jelas siapa yang menerima penghargaan dari keluarga anda: Daniel Murdiyarso (Sains), Sjamsoe’oed Sadjad (Teknologi), S. Yati Sunarto (Kedokteran) dan Ratno Muryadi (Tokoh Muda Berprestasi). Nurani keempat orang ini saya kira sudah tak berfungsi dengan baik. Kalau mereka kais-kais nurani mereka ke dalam dirinya dengan tenang, saya kira mereka akan malu sendiri dan dengan wajah tegak mengembalikan hadiah dari Bakrie. Kenapa tidak?

Tak terima hadiah dari keluarga Bakrie tentu saja tak akan bikin keempat orang ini dan keluarganya kelaparan. Kalau mau kreatif sedikit mau “menampar” itu wajah Aburizal Bakrie, silahkan uang yang mereka terima seutuhnya diberikan kepada para korban lumpur Lapindo Bakrie.

Sitor Situmorang adalah sastrawan dan Daoed Joesoef adalah pemikir sosial. Kedua bidang humaniora ini adalah pertahanan penting dalam diri manusia yang beradab. Bagaimana mungkin mereka mau terima hadiah dari keluarga Bakrie itu?

Bakrie, lihatlah penderitaan manusia akibat ulah perusahaan Anda yang memproduksi lumpur di Porong sana. Jangan sok hebat begitulah. Nurani pasti lebih berharga daripada uang Anda yang berkarung-karung itu!

clip_image003

Akibat ulah PT Lapindo milik keluarga Bakrie (Sumber: http://www.tabloidkampus.com/index.php?edisi=6)

Frans Magnis Suseno salah satu tokoh Indonesia yang sudah menolak penghargaan dari Anda. Memang memalukan kalau harus menerima penghargaan dari pemilik perusahaan yang menghancurkan sesamanya seperti lumpur Lapindo Anda itu. Menerima hadiah dari Anda adalah sebuah tindakan murahan alias kemaruk. Hanya mereka yang rakus uang yang tetap mau menerima hadiah Ahmad Bakrie setelah jelas-jelas lumpur Lapindon menyengsarakan penduduk negeri ini.

Saya memahami dan menghormati keputusan kedua tokoh tersebut. Tetapi penolakan mereka tidak sedikitpun mengurangi penghargaan kita kepada keduanya, serta tidak sedikitpun mengurangi jasa dan peran yang telah mereka berikan kepada negeri kita yang tercinta ini.

Hadiah dari Ahmad Bakrie yang ditolak itu sama sekali tidak mempengaruhi prestasi Sitor Situmorang dan Daoed Joesef serta tokoh lain seperti Frans Magnis Suseno. Justru Aburizal Bakrie!, kalau mereka ini terima hadiah dari keluarga Anda itu, mereka akan bau. Menerima hadiah dari keluarga Anda berarti merendahkan diri mereka sendiri; menista nurani.

clip_image004

Rumah-rumah tenggelam akibat lumpur Lapindo perusahaan keluarga Bakrie. (Sumber: http://prabowosubianto.info)

Negeri tercinta anda bilang? Daripada memberi hadiah yang sok-hebat macam itu, apa tidak lebih baik uang itu Anda berikan kepada para korban lumpur Lapindo? Itu jauh lebih bermartabat!

Sastrawan-pemikir Prancis, Jean Paul Sartre pada tahun 1964 menolak pemberian Nobel Prize untuk Sastra. Dia melakukannya untuk memberikan sebuah sikap dan pernyataan politik. Sikap Sartre tidak kemudian mengecilkan arti atau mengurangi makna pemberian Nobel Prize. Malah sebaliknya, hadiah tersebut dianggap begitu penting sehingga tokoh sekelas Sartre merasa perlu menggunakannya untuk mengundang perhatian dunia atas sikapnya.

Akh, sudah merasa Ahmad Bakrie Award sekelas Nobel Prize ya? Yang benar! Jauh lebih terhormat kalau Anda bisa mengatasi persoalan lumpur Lapindo daripada harus terus meneruskan memberikan hadiah Ahmad Bakrie award. Gunawan Muhammad sudah mengembalikan hadiah dari Anda, Frans magnis Suseno menolak. Sekarang ini, dua dari enam menolak lagi. Apa Anda itu tidak malu atau memang sudah tak punya rasa-malu?

Sitor Situmorang dan Daoed Joesoef apa perlunya bagi kedua tokoh ini menolak hadiah dari keluarga Bakrie demi mencari perhatian? Yang cari perhatian itu kan Aburizal Bakrie dan keluarganya. Justru orang akan lebih tahu bahwa penolakan Situmorang dan Joesoef ini ada kaitannya dengan tindakan perusahaan Bakrie seperti di Porong itu; menyengsarakan manusia yang adalah penduduk negeri yang konon Aburizal Bakrie cintai itu.

Kurang lebih begitulah kita harus memahami penolakan tokoh dan makna penghargaan Ahmad Bakrie sekarang ini, tentu dalam konteks dan situasi Indonesia kontemporer.

Kita? Jangan bawa-bawa orang lain dong; bilang saja “kami”, jangan pakai “kita”.

Jauh lebih bermartabat dan sportif kalau masalah seperti lumpur Lapindo selesai dengan baik lalu Anda lanjutkan pemberian hadiah-hadiah itu sebagai salah satu cara untuk menaikkan kelas sosial dan pengaruh Anda serta melebarkan sayap-sayap bisnis Anda.***