Aburizal Bakrie Tak Punya Malu?
Sitor Situmorang dan Daoed Joesoef jelas menolak menerima hadiah penghargaan Bakrie Award 2010 tetapi Aburizal Bakrie dalam lembaran pidatonya yang ada di Kompas Minggu, 15 Agustus 2010 berjudul: “Maju Terus Negeriku” tetap mencantumkan foto-foto Sitor Situmorang dan Daoed Joesoef.
Saya kutipkan sebagian isi pidato Aburizal Bakrie (dalam teks Italic) yang ada di Kompas kemarin:
Saya mengerti tidak semua tokoh yang mendapat penghargaan Ahmad Bakrie menyambutnya dengan tangan terbuka. Sitor Situmorang dan Daoed Joesoef telah mengatakan bahwa mereka menolak menerima penghargaan ini.
Aburizal Bakrie, nampak jelas siapa yang menerima penghargaan dari keluarga anda: Daniel Murdiyarso (Sains), Sjamsoe’oed Sadjad (Teknologi), S. Yati Sunarto (Kedokteran) dan Ratno Muryadi (Tokoh Muda Berprestasi). Nurani keempat orang ini saya kira sudah tak berfungsi dengan baik. Kalau mereka kais-kais nurani mereka ke dalam dirinya dengan tenang, saya kira mereka akan malu sendiri dan dengan wajah tegak mengembalikan hadiah dari Bakrie. Kenapa tidak?
Tak terima hadiah dari keluarga Bakrie tentu saja tak akan bikin keempat orang ini dan keluarganya kelaparan. Kalau mau kreatif sedikit mau “menampar” itu wajah Aburizal Bakrie, silahkan uang yang mereka terima seutuhnya diberikan kepada para korban lumpur Lapindo Bakrie.
Sitor Situmorang adalah sastrawan dan Daoed Joesoef adalah pemikir sosial. Kedua bidang humaniora ini adalah pertahanan penting dalam diri manusia yang beradab. Bagaimana mungkin mereka mau terima hadiah dari keluarga Bakrie itu?
Bakrie, lihatlah penderitaan manusia akibat ulah perusahaan Anda yang memproduksi lumpur di Porong sana. Jangan sok hebat begitulah. Nurani pasti lebih berharga daripada uang Anda yang berkarung-karung itu!
Akibat ulah PT Lapindo milik keluarga Bakrie (Sumber: http://www.tabloidkampus.com/index.php?edisi=6)
Frans Magnis Suseno salah satu tokoh Indonesia yang sudah menolak penghargaan dari Anda. Memang memalukan kalau harus menerima penghargaan dari pemilik perusahaan yang menghancurkan sesamanya seperti lumpur Lapindo Anda itu. Menerima hadiah dari Anda adalah sebuah tindakan murahan alias kemaruk. Hanya mereka yang rakus uang yang tetap mau menerima hadiah Ahmad Bakrie setelah jelas-jelas lumpur Lapindon menyengsarakan penduduk negeri ini.
Saya memahami dan menghormati keputusan kedua tokoh tersebut. Tetapi penolakan mereka tidak sedikitpun mengurangi penghargaan kita kepada keduanya, serta tidak sedikitpun mengurangi jasa dan peran yang telah mereka berikan kepada negeri kita yang tercinta ini.
Hadiah dari Ahmad Bakrie yang ditolak itu sama sekali tidak mempengaruhi prestasi Sitor Situmorang dan Daoed Joesef serta tokoh lain seperti Frans Magnis Suseno. Justru Aburizal Bakrie!, kalau mereka ini terima hadiah dari keluarga Anda itu, mereka akan bau. Menerima hadiah dari keluarga Anda berarti merendahkan diri mereka sendiri; menista nurani.
Rumah-rumah tenggelam akibat lumpur Lapindo perusahaan keluarga Bakrie. (Sumber: http://prabowosubianto.info)
Negeri tercinta anda bilang? Daripada memberi hadiah yang sok-hebat macam itu, apa tidak lebih baik uang itu Anda berikan kepada para korban lumpur Lapindo? Itu jauh lebih bermartabat!
Sastrawan-pemikir Prancis, Jean Paul Sartre pada tahun 1964 menolak pemberian Nobel Prize untuk Sastra. Dia melakukannya untuk memberikan sebuah sikap dan pernyataan politik. Sikap Sartre tidak kemudian mengecilkan arti atau mengurangi makna pemberian Nobel Prize. Malah sebaliknya, hadiah tersebut dianggap begitu penting sehingga tokoh sekelas Sartre merasa perlu menggunakannya untuk mengundang perhatian dunia atas sikapnya.
Akh, sudah merasa Ahmad Bakrie Award sekelas Nobel Prize ya? Yang benar! Jauh lebih terhormat kalau Anda bisa mengatasi persoalan lumpur Lapindo daripada harus terus meneruskan memberikan hadiah Ahmad Bakrie award. Gunawan Muhammad sudah mengembalikan hadiah dari Anda, Frans magnis Suseno menolak. Sekarang ini, dua dari enam menolak lagi. Apa Anda itu tidak malu atau memang sudah tak punya rasa-malu?
Sitor Situmorang dan Daoed Joesoef apa perlunya bagi kedua tokoh ini menolak hadiah dari keluarga Bakrie demi mencari perhatian? Yang cari perhatian itu kan Aburizal Bakrie dan keluarganya. Justru orang akan lebih tahu bahwa penolakan Situmorang dan Joesoef ini ada kaitannya dengan tindakan perusahaan Bakrie seperti di Porong itu; menyengsarakan manusia yang adalah penduduk negeri yang konon Aburizal Bakrie cintai itu.
Kurang lebih begitulah kita harus memahami penolakan tokoh dan makna penghargaan Ahmad Bakrie sekarang ini, tentu dalam konteks dan situasi Indonesia kontemporer.
Kita? Jangan bawa-bawa orang lain dong; bilang saja “kami”, jangan pakai “kita”.
Jauh lebih bermartabat dan sportif kalau masalah seperti lumpur Lapindo selesai dengan baik lalu Anda lanjutkan pemberian hadiah-hadiah itu sebagai salah satu cara untuk menaikkan kelas sosial dan pengaruh Anda serta melebarkan sayap-sayap bisnis Anda.***
No comments:
Post a Comment