
Hm, Candi Sukuh, candi yang terkenal akan relief dan arca – arcanya yang tidak lazim dan nyeleneh
 dibanding candi – candi lain di Indonesia, bahkan begitu uniknya, 
mungkin relief – relief di Candi Khajuharo, India yang dapat 
menandinginya !!
Bacpacker ke Candi Sukuh
Berhubung Candi Sukuh merupakan wisata andalan Kabupaten Karanganyar, maka tak susah untuk menuju Candi Sukuh ini
   >  Dari Solo, kita dapat naik bus jurusan Solo – Tawangmangu dengan biaya Rp 4.000,- dan turun di Terminal Pandaan.
   >  Dari
 Terminal Karangpandan banyak sekali bus ¾ dan angkudes. Naiklah yang 
menuju Pertigaan Nglorog dan mintalah kepada supirnya untuk menurunkan 
kita di pertigaan Nglorog. Biaya Rp 2.500,- sampai Rp 3.000,-
>  Dari
 Pertigaan Nglorog ke Candi Sukuh masih jauh. Sangat disarankan untuk 
naik ojek yang merupakan kendaraan umum satu – satunya yang menuju ke 
Candi Sukuh karena jalannya yang naik terjal [kalau sendiri dan ingin 
hemat, silahkan berjalan kaki, tapi kalau tidak terbiasa naik gunung, 
jangan salahkan siapapn jika ambruk di tengah jalan]
>  Biaya
 ojek sekali jalan Rp 5.000,- karena tak ada ojek di Candi Sukuh, maka 
suruhlah pak ojeknya menunggu, tentunya dengan menambah biaya lagi, atau
 jika sekalian ingin ke Candi Ceto bisa negosiasi harga terlebih dahulu !
>  Biaya retribusi Candi Sukuh Rp 2.500,-
Jam
 lima pagi naik bus jurusan Tawangmangu dari Terminal Tirtonadi Solo, 
sekitar jam setengah tujuh pagi baru nyampai. Perjalanan sekitar satu 
setengah jam. Sempat ribut juga di dalam bus, karena ketika mulai banyak
 plang bertuliskan Karangpandan dan ada sebuah terminal sepi yang 
terlewat. Panik !! Ternyata Terminal Karangpandan merupakan terminal 
yang ramai dan kita bakalan tahu kalau sudah sampai di terminal ini.
Naik
 bus jurusan Nglorog dan turun di pertigaan Nglorog. Hampir tiga puluh 
menit baru sampai dan kita sudah disambut dengan tukang ojek. Negosiasi 
harga, deal naik ojek ke Candi Sukuh. Jam setengah delapan kurang
 kita bertiga tiba di Candi Sukuh. Lho ? Kok ?! Sepi amat dan pintu 
pagarnya masih tertutup !! Bukannya dalam masa liburan sekolah 
seharusnya candinya ramai ?? Bahkan loket karcisnya masih tutup !! 
Beruntung bapak – bapak petugas kebersihan candi mempersilahkan kami 
masuk candi dengan masuk ke pintu yang berada di atas, tepatnya di teras
 ketiga.
Karena
 teras ketiga bukan urutan yang tepat. Maka kami berjalan ke bawah, 
menuju pintu gerbang di teras pertama. Pintu gerbangnya besar, berbentuk
 paduraksa, maksudnya pintu gerbang yang dilengkapi dengan atap. Pintu 
gerbang ini diberi pagar pada jalan masuknya. Cobalah tengok ke dalam 
pagar gapura. Yup !! Di sana ada sebuah relief lingga dan yoni dalam 
bentuk sebenarnya !! 
Sejarah dan Legenda
Info
 yang beredar di internet menyebutkan kalau relief tersebut digunakan 
untuk mengetes keperawanan wanita, bla…bla…bla…. JANGAN PERCAYA !! Di 
setiap candi Hindu selalu ada lingga dan yoni !! Dan lingga dan yoni di 
Candi Sukuh bertujuan untuk meruwat yaitu menyembuhkan atau 
menghilangkan segala kekotoran di hati. Juga ada yang mengatakan supaya 
kita tidak sombong karena pada dasarnya manusia tercipta karena 
pertemuan sel sperma dan sel telur. Karena lingga dan yoni satu – 
satunya di Indonesia, bahkan di dunia dengan bentuk seunik ini, pagar di
 pintu masuk gapura dibuat agar tak ada orang yang sembarang masuk ke 
sini dan menginjak – injak reliefnya.
Pada
 sisi sayap utara gapura ini terdapat relief raksasa menggigit ekor 
ular, dibaca gapura buta anahut buntut (gapura raksasa menggigit ekor 
ular) yang merupakan sengkalan memet (sandi angka tahun) dan 
berarti tahun 1359 Saka atau tahun 1437 M. Tahun tersebut dipercaya 
sebagai tahun selesainya pembuatan candi.
Pada
 sisi sayap selatan terdapat relief raksasa memakan manusia, dibaca 
gapura buta mangan wong, (gapura raksasa memakan manusia), juga 
merupakan sangkalan memet dengan arti tahun 1359 Saka atau tahun 1437 M.
Dari Teras Ke Teras
Selepas
 gapura paduraksa ini kita akan memasuki teras satu. Di teras ini hanya 
terdapat tiga panil relief yang diletakkan pada pojok kiri teras. Lanjut
 dari teras satu, kita akan memasuki teras kedua. Gapura bentar menuju 
teras kedua ini kondisinya masih bagus walau bagian badan dan atasnya 
sudah hilang. Gapura ini polos tanpa relief maupun hiasan, bahkan batuan
 pagar di penyusun teras kedua mulai runtuh.
Di
 teras kedua keadaannya hampir sama dengan teras pertama. Bedanya, di 
teras ini hanya terdapat beberapa potongan batu berukir yang sebagian 
tertanam di tanah. Sepertinya para ahli tak mengetahui batuan tersebut 
milik bangunan yang mana.
Gapura
 bentar menuju teras ketiga memiliki keadaan yang lebih buruk daripada 
gapura bentar menuju teras kedua. Di depan gapura ini terdapat sepasang 
arca dwarapala dalam kondisi aus dan berukuran mungil. Arca dwarapala 
ini memiliki kemiripan dengan arca dwarapala di Situs Menggung.
Teras
 ketiga merupakan teras paling sakral dan suci di Candi Sukuh ini. Di 
teras inilah terdapat Candi utama dengan bentuk trapesium berdenah dasar
 15 m2 dan tinggi mencapai 6 m yang mengingatkan kita akan piramida – piramida suku maya di Meksiko.
                                                      Fajar Merekah Di Candi Sukuh
Teras
 ketiga merupakan teras yang kaya akan relief dan juga arca – arca yang 
hampir kesemuanya tanpa kepala. Relief – relief di teras ini 
menceritakan kisah Sudamala dan Garudheya yang keduanya mengandung arti pengruwatan. Pengruwatan sendiri
 berarti menangkal atau melepaskan kekuatan buruk yang mempengaruhi 
kehidupan seseorang akibat ciri-ciri tertentu yang dimilikinya. Karena 
relief – relief ini pula, para ahli menduga Candi Sukuh dibangun untuk pengruwatan.
Di
 depan candi utama ini terdapat candi kecil atau candi perwara yang 
berisikan arca kecil yang juga tanpa kepala. Arca setinggi setengah 
meter ini dipercaya sebagai Ki Pocitro atau Ki Ageng Sukuh yang 
merupakan penunggu Komplek Candi Sukuh. Semasa hidup, ki Ageng Sukuh 
adalah pemuka agama Hindu yang bertahan dan melawan masuknya Islam. 
Dipercaya setelah wafat dimakamkan atau diabukan di candi perwara ini 
walau tak ada bukti tentang hal ini.
Coba juga perhatikan beberapa relief dan arca di teras ketiga ini. Beberapa arca dan reliefnya menggambarkan lingga (maaf,
 alat kelamin laki – laki) secara langsung dan tentunya arcanya tanpa 
kepala. Relief – relief dan arca – arca unik dan lain dari biasanya ini 
hanya dapat dijumpai di Candi Sukuh saja ! Dugaan menghilangnya kepala 
pada arca – arca ini adalah akibat dipenggal oleh pasukan Raden Patah 
dari Kerajaan Demak.
Dibagian
 tengah atap candi utama terdapat sebuah lingga kosong tanpa yoni. 
Lingganya sendiri diduga disimpan di Museum Nasional, Jakarta, apalagi 
mengingat adanya prasasti berbahasa kawi berbentuk lingga dalam bentuk 
sebenarnya dengan tinggi dua meter yang berada di museum tersebut. Menurut beberapa sumber, dulunya di setiap teras di Candi Sukuh terdapat beberapa rumah panggung seperti di Candi Ceto.
                                                         Teras Tertinggi Candi Sukuh
Candi Sukuh, Dulu dan Kini !
Candi
 Sukuh sendiri berada di lereng barat Gunung lawu, tepatnya di Dusun 
Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi
 Jawa Tengah. Berada pada ketinggian ± 910 mdpl, Candi Sukuh pertama 
kali ditemukan oleh Johnson, Residen Surakarta pada tahun 1815 dalam 
keadaan runtuh. Selanjutnya, Candi Sukuh diteliti oleh Van der Vlis 
(1842), Hoepermans (1864-1867), Verbeek (1889), Knebel dan WF. 
Stutterheim (1910).
Kompleks
 Candi Sukuh menempati areal seluas ± 5.500 m2, terdiri dari terdiri 
atas tiga teras bersusun. Semua gerbang di candi ini beserta candi utama
 dan candi perwara menghadap ke barat. Candi Sukuh yang unik ini tidak 
mengikuti Wastu Widya (kitab pedoman pembuatan candi Hindu). Bentuk 
candi yang berundak – undak seperti punden berundak (bangunan suci masa 
pra Hindu-Buddha) dikarenakan pada abad ke-15, pengaruh Hinduisme di 
Jawa mulai memudar, sehingga budaya asli zaman megalitikum mulai 
bangkit.
Ketika
 kami berada di teras ketiga ini pula, bapak penjaga loket retribusi 
dari pemda datang menghampiri kami untuk menyerahkan dua tiket retibusi 
pada kami (anak kecil ga bayar). Sempat Tanya pula mengenai Candi 
Planggatan yang papannya terlihat di pertigaan jalan. Bapaknya juga 
berujar memang ada candi di sana kaya Candi Sukuh dan jaraknya 4 – 5 
kilometer. 
Jika
 sempat, maka datangilah Rumah Sukuh, sebuah museum untuk meletakkan 
batu dan arca di candi Sukuh yang belum dapat dirangkai. Untuk kesana, 
kita dapat berjalan kaki. Belok pada pertigaan tempat parkir (ada plang 
biru besar bertuliskan Candi Sukuh). Perhatikan kanan jalan. Karena 
museum berada di kanan jalan. Sayangnya, kami hanya melewati museum ini 
pada perjalanan menuju Candi Planggatan
                                                        Candi Induk Candi Sukuh






 
 
No comments:
Post a Comment