
Saya sangat kaget ada oknum Batak mengaku diri sebagai keturunan Israel (alias Jahudi), yang terkenal dengan kemunafikannya, sejak Yakop sang ayah di kibuli, setelah saudara-saudaranya menjebloskannya kedalam sumur, penyangkalan kaum Israel pada Moses hingga ketegaan mereka orang Israel memfitnah Jesus. KAlau kita pelajari Al Kitab dimana letak kebanggaan sebagai orang Israel. apakah karena Israel adalah umat yang diberkati (hingga merasa dirinya dapat semena-mena melakukan segala perbuatan yang dilarang Tuhan!. Sungguh Saya tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Oknum Batak yang mengaku sebagai keturunan Israel. mari kita amati tulisannya dengan judul: "BANGSO BATAK TOBA, KETURUNAN ISRAEL YANG HILANG"
Bangsa Israel kuno terdiri dari 12 suku. Setelah raja Salomo  wafat, negara Israel pecah menjadi dua bagian. Bagian Selatan terdiri dari dua suku yaitu Yehuda dan Benjamin yang kemudian dikenal dengan nama Yehuda, atau dikenal dengan nama Yahudi. Kerajaan Selatan ini disebut  Yehudah, ibukotanya Yerusalem, dan daerahnya dinamai Yudea. Bagian utara  terdiri dari 10 suku, disebut sebagai Kerajaan Israel.
Dalam perjalanan  sejarah, 10 suku tersebut kehilangan identitas kesukuan mereka. Kerajaan  utara Israel tidak lama bertahan sebagai sebuah negara dan hilang dari  sejarah. Konon ketika penaklukan bangsa Assyria, banyak orang Kerajaan Utara  Israel yang ditawan dan dibawa ke sebelah selatan laut Hitam sebagai budak.  Sebagian lagi lari meninggalkan asalnya untuk menghindari perbudakan.
Sementara itu Kerajaan Yehudah tetap exist hingga kedatangan bangsa Romawi. Setelah pemusnahan Yerusalem pada tahun 70 oleh bala tentara Romawi yang dipimpin oleh jenderal Titus, orang-orang Yehudah pun banyak  yang meninggalkan negerinya dan menetap di negara lain, terserak diseluruh  dunia.
Jauh sebelum itu, ketika masa pembuangan ke Babilon berakhir dan orang-orang Yehudah atau disebut Yahudi diijinkan kembali ke negerinya,  dan sepuluh suku Israel dari Kerajaan utara memilih tidak pulang tetapi  meneruskan petualangan kearah Timur. Demikian juga dengan mereka yang  diperbudak di selatan laut Hitam, setelah masa perbudakan selesai, tidak  diketahui kemana mereka pergi melanjutkan hidup.
Dengan demikian banyak  diantara bangsa Israel kuno kemudian kehilangan identitas mereka sebagai  orang Israel. Ada sekelompok penduduk di daerah Tiongkok barat, diterima  sebagai puak Cina, tetapi secara umum profil wajah mereka agak berbeda  dengan penduduk Cina pada umumnya. Perawakan mereka lebih besar, hidung agak mancung, namun berkulit kuning dan bermata sipit. Mereka menyembah Allah  yang bernama Yahwe. Sangat mungkin mereka adalah keturunan sepuluh suku  Israel yang hilang yang telah kawin campur dengan penduduk lokal sehingga  kulit dan mata menjadi seperti penduduk asli.
Saya percaya banyak diantara  para pembaca yang mengetahui bahwa di negeri Israel ada sekelompok kecil  orang Israel yang berkulit hitam.
Mereka adalah suku Falasha, yang sebelum  berimigrasi ke Israel hidup di Etiopia selama ratusan generasi. Fisik mereka  persis seperti Negro dengan segala spesifikasinya yaitu kulit hitam legam,  bibir tebal, rambut keriting, dll.
Mereka mengklaim diri mereka sebagai  keturunan Israel atau disebut Beta Israel, dan dengan bukti-bukti yang  dimiliki, mereka mampu memenuhi seluruh kriteria yang dituntut oleh  Pemerintah Israel yang merupakan syarat mutlak supaya diakui sebagai Israel  perantauan.
Setelah memperoleh pengakuan sebagai keturunan Israel, sebagian  dari mereka kembali ke Tanah Perjanjian sekitar 15 tahun lalu dengan transportasi yang disediakan oleh Pemerintah Israel. Itulah sebabnya mengapa ada Israel hitam.
Mereka seperti orang Negro karena  intermarriage dengan perempuan- perempuan lokal sejak kakek moyang mereka  pergi ke Ethiopia. Kita tahu bahwa bahwa Ethiopia adalah salah satu negara  yang penduduknya mayoritas Kristen yang paling tua didunia. Ingat sida-sida  yang
dibaptis oleh Filipus dalam Kisah 8:26-40. Bahkan sebelum era Kekristenan pun sudah ada penganut Yudaisme disana.Walaupun banyak yang  kembali, sebahagian lagi tetap memilih menetap di negeri itu, dan merekalah  yang menjaga dan memelihara Tabut Perjanjian yang
konon ada disana.
Apakah ada diantara para pembaca yang pernah mendengar selentingan bahwa  etnik Bangso Batak Toba, adalah juga keturunan bangsa Israel kuno  yang hilang? Mungkin saja tidak, karena orang-orang Batak Toba sendiri banyak yang tidak mengetahuinya, kecuali segelintir yang
memberikan perhatian terhadap hal ini.
Seperti yang diungkapkan oleh  seorang anthropolog dan juga pendeta dari Belanda, profesor Van Berben, dan  diperkuat oleh prof Ihromi, guru besar di UI (Universitas In 782 donesia),  bahwa tradisi etnik Tapanuli (Batak Toba) sangat mirip dengan tradisi  bangsa Israel kuno.
Pendapat itu didasarkan atas alasan yang kuat setelah  membandingkan tradisi orang Tapanuli dengan catatan-catatan tradisi Israel  dalam Alkitab yang terdapat pada sebahagian besar kitab Perjanjian Lama, dan juga dengan catatan-catatan sejarah budaya lainnya diluar Alkitab.
Beberapa peneliti dari etnis Tapanuli juga yakin bahwa Batak adalah keturunan Israel yang sudah lama terpisah dari induk bangsanya, tapi karena intermarriage dengan penduduk lokal ditempat mana mereka bermukim  membuat orang Batak secara fisik menjadi seperti orang
Melayu.
Seorang Batak Toba, yang sudah lebih dari 20 tahun tinggal di Israel dan menjadi warga negara, berusaha mengumpulkan data-data untuk pembuktian. Setelah merasa sudah cukup, dia mengajukannya ke pemerintah  Israel yang waktu itu masih dipimpin oleh PM Yitzak Rabin.
Tetapi tenyata  data tersebut belum bisa memenuhi seluruh kriteria.
Pemerintah Israel  kemudian meminta agar kekurangannya dicari hingga dapat mencapai 100 persen  supaya pengakuan atas etnis Batak sebagai orang Israel diperantauan  dapat diberi. Konon kekurangan itu terutama terletak pada silsilah yang  banyak missing links-nya, dan
menelusuri silsilah itu agar sempurna sama  sulitnya dengan menyelam ke perut bumi.
Peneliti berharap suatu waktu  pada masa depan, Pemerintah Israel bisa saja mengubah kriterianya dengan  menjadi lebih lunak dan etnik Batak diterima sebagai bahagian yang  terpisah dari mereka.
Setelah mendengar selentingan itu, saya benar-benar  menaruh minat untuk menyelidiki sejauh mana budaya Bangso Batak Toba  dapat memberi bukti similaritasnya dengan tradisi Israel kuno. Alkitab  adalah buku yang prominent dan sangat layak serta absah sebagai kitab  pedoman
untuk mencari data budaya Israel kuno yang menyatu dengan unsur sejarah dan spiritual.
Beberapa diantara kesamaan tradisi Batak  Toba dengan tradisi Israel kuno adalah sebagai berikut:
1). Pemeliharaan  silsilah (Tarombo dan Marga)
Semua orang Tapanuli, terutama laki-laki,  dituntut harus mengetahui garis silsilahnya. Demikian pentingnya silsilah,  sehingga siapa yang tidak mengetahui garis keturunan kakek moyangnya hingga  pada dirinya dianggap na lilu - tidak tahu asal-usul - yang merupakan cacat
kepribadian yang besar.
Bangsa Israel kuno juga memandang silsilah  sebagai sesuatu yang sangat penting. Alkitab, sejak Perjanjian Lama hingga  Perjanjian Baru sangat banyak memuat silsilah, terutama silsilah dari mereka yang menjadi figur penting, termasuk silsilah Yesus Kristus yang ditelusuri dari pihak bapak(angkat)Nya Yusuf, yang keturunan Daud dan  pihak ibuNya (Maria).
Catatan:
MARGA adalah kelompok kekerabatan menurut  garis keturunan ayah (patrilineal).Sistem kekerabatan patrilineal menentukan  garis keturunan selalu dihubungkan dengan anak laki laki. Seorang ayah merasa hidupnya lengkap jika ia telah memiliki anak laki-laki yang meneruskan marganya. Sesama satu marga dilarang saling mengawini, dan  sesama marga disebut dalam Dalihan Na Tolu disebut Dongan Tubu.
Menurut buku  "Leluhur Marga Marga Batak", jumlah seluruh Marga  Batak sebanyak 416, termasuk marga suku Nias.
Catatan: Marga dalam  kamus Inggris Hassan Shadily dan John Echols adalah CLAN, yakni Suku, Marga,  dan KAUM. Dalam arti yang lain, Marga bias berarti Warga, dari bahasa India   (Sansekerta, kemungkinannya). Jadi, kalau ada orang Batak bermarga  Tampubolon, berarti dia berasal dari KAUM TAMPUBOLON. Bandingkan dengan KAUM LEWI, KAUM YEHUDAH, KAUM SIMEON dan lain-lain.
TAROMBO adalah silsilah,  asal-usul menurut garis keturunan ayah.
Dengan tarombo seorang Batak  mengetahui posisinya dalam marga. Bila orang Batak berkenalan pertama  kali, biasanya mereka saling tanya Marga dan Tarombo. Hal tersebut dilakukan  untuk saling mengetahui apakah mereka saling "mardongan sabutuha" (semarga)  dengan panggilan "ampara" atau "marhula-hula" dengan panggilan  "lae/tulang". Dengan tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil  "Namboru" (adik perempuan
ayah/bibi), "Amangboru/Makela",(suami dari adik  ayah/Om), "Bapatua/Amanganggi/ Amanguda" (abang/adik ayah), "Ito/boto"  (kakak/adik), PARIBAN atau BORU TULANG (putri dari saudara laki laki ibu)  yang dapat kita jadikan istri, dst.
2). Perkawinan yang ber-pariban
Ada perkawinan antar sepupu yang diijinkan oleh masyarakat Batak, tapi tidak sembarang hubungan sepupu. Hubungan sepupu yang diijinkan untuk suami-istri hanya satu bentuk, disebut marpariban. Cukup report  menerangkan hal ini dalam bahasa Indonesia karena bahasa ini tidak cukup  kaya mengakomodasi sebutan hubungan perkerabatan dalam bahasa Batak.  Yang menjadi pariban bagi laki-laki ialah boru ni tulang atau anak perempuan  dari saudara laki-laki ibu. Sedangkan yang menjadi pariban bagi seorang  gadis ialah anak ni namboru atau
anak laki-laki dari saudara perempuan bapa.
Hanya hubungan sepupu yang seperti itu yang boleh menjadi suami-isteri.  Karena suku Batak penganut patriarch yang murni, ini adalah perkawinan ulang dari kedua belah pihak yang sebelumnya sudah terjalin  dengan perkawinan.
Mari kita bandingkan dengan Alkitab. Pada kitab Kejadian,  Yakub menikah dengan paribannya, anak perempuan Laban yaitu Lea dan Rahel.
Laban adalah tulang dari Yakub. (Saudara laki-laki dari Ribka, ibu dari  Yakub). Didunia ini sepanjang yang diketahui hanya orang Israel kuno dan  orang Batak yang sekarang memegang tradisi hubungan perkawinan  seperti itu.
3). Pola alam semesta
Orang Batak membagi tiga besar  pola alam semesta, yaitu banua ginjang (alam sorgawi), banua tonga (alam  dimensi kita), dan banua toru (alam maut). Bangsa Israel kuno juga membagi  alam dengan pola yang sama.
4). Kredibilitas
Sebelum terkontaminasi  dengan racun-racun pikiran jaman modern, setiap orang Batak, terutama  orang tua, cukup menitipkan sebuah tempat sirih (salapa atau gajut), ataupun  sehelai ulos, sebatang tongkat, atau apa yang ada pada dirinya sebagai surat  jaminan hutang pada pihak yang mempiutangkan, ataupun jaminan janji pada  orang yang diberi janji. Walaupun nilai ekonomis barang jaminan bisa saja sangat rendah tetapi barang tsb adalah manifestasi dari martabat penitip, dan harus menebusnya suatu hari dengan merelealisasikan pembayaran hutang ataupun janjinya. Budaya Israel kuno juga demikian.  Lihat saja Yehuda yang menitipkan tongkat kepada Tamar sebagai jaminan janji  (Kej. 38).
5). Hierarki dalam pertalian semarga
Dalam budaya  Batak, jika seorang perempuan menjadi janda, maka laki-laki yang  paling pantas untuk menikahinya ialah dari garis keturunan terdekat dari  mendiang suaminya. Ini dimaksudkan agar keturunan perempuan tsb dari suami  yang pertama tetap linear dengan garis
keturunan dari suami yang kedua.  Misalnya, seorang janda dari Simanjuntak sepatutnya menikah lagi adik laki  -laki mendiang (bandingkan dengan Rut 1:11).
Jika tidak ada adik  laki-laki kandung, sebaiknya menikah dengan saudara sepupu pertama dari  mendiang yang dalam garis silsilah tergolong adik. Jika tidak ada sepupu  pertama, dicari lagi sepupu kedua. Demikian seterusnya urut-urutannya. Hal  semacam ini diringkaskan dalam ungkapan orang Batak : "Mardakka do  salohot, marnata do na sumolhot. Marbona do sakkalan, marnampuna do ugasan".
Dalam tradisi Israel kuno, kita dapat membaca kisah janda Rut dan Boas.  Boas masih satu marga dengan mendiang suami Rut, Kilyon. Boas ingin menikahi  Rut, tapi ditinjau dari kedekatannya menurut garis silsilah, Boas bukan  pihak yang paling berhak. Oleh sebab itu dia mengumpulkan semua kerabat yang  paling dekat dari mendiang suami Rut, dan mengutarakan maksudnya. Dia akan  mengurungkan niatnya jika ada salah satu diantara mereka yang mau  menggunakan hak adat-nya, mulai dari pihak yang paling dekat hubungan  keluarganya hingga yang paling jauh sebelum tiba pada urutan Boas sendiri.  Ya, mardakka do salohot, marnata do na sumolhot. (Baca kitab Rut).
6).  Vulgarisme
Setiap orang dapat marah. Tetapi caci maki dalam kemarahan  berbeda-beda pada tiap-tiap etnik. Orang Amerika terkenal dengan serapah:
son of a bitch, bastard, idiot, dll yang tidak patut disebut disini.
Suku-suku di Indonesia ini umumnya mengeluarkan makian dengan serapah :  anjing, babi, sapi, kurang ajar, dll.
Pada suku Batak makian seperti  itu juga ada, tetapi ada satu yang spesifik. Dalam sumpah serapahnya seorang  Batak tak jarang memungut sehelai daun, atau ranting kecil, atau apa  saja yang dapat diremuk dengan mudah. Maka sambil merobek daun atau  mematahkan ranting yang
dipungut/dicabik dari pohon dia mengeluarka 6ea n  sumpah serapahnya:,, Sai diripashon Debata ma au songon on molo so hudege, hubasbas, huripashon ho annon !!!". Terjemahannya kira-kira
begini:,,Beginilah kiranya Tuhan menghukum aku kalau kamu tidakkuinjak,  kulibas, kuhabisi!!!".
Robeknya daun atau patahnya ranting dimaksudkan  sebagai simbol kehancuran seterunya. Orang-orang Israel kuno juga sangat  terbiasa dengan sumpah serapah yang melibatkan Tuhan didalamnya. Vulgarisme seperti ini terdapat banyak dalam kitab Perjanjian Lama, diantaranya
serapah Daud pada Nabal. (1 Sam. 25, perhatikan ayat 22 yang persis sama  dengan sumpah serapah orang Batak).
7). Nuh dan bukit Ararat
Ada  beberapa etnik didunia ini yang mempunyai kisah banjir besar yang mirip  dengan air bah dijaman Nuh. Tiap etnik berbeda alur ceritanya tetapi polanya  serupa. Etnik Tapanuli juga punya kisah tentang air bah, tentu saja  formatnya berbeda dengan kisah Alkitab.
Apabila orang-orang yang sudah uzur  ditanya tentang asal-usul suku Batak, mereka akan menceritakan mitos  turun temurun yang mengisahkan kakek moyang orang Batak diyakini  mapultak sian bulu di puncak bukit Pusuk Buhit.
Pusuk Buhit adalah  sebuah gunung tunggal yang tertinggi di Tapanuli Utara, dipinggiran danau  Toba. Pusuk Buhit sendiri artinya adalah puncak gunung. Pusuk Buhit tidak  ditumbuhi pohon, jelasnya tidak ada bambu disana. Yang ada hanya tumbuhan  perdu, ilalang, dan rumput gunung. Bambu – dari mana kakek moyang keluar –  menurut nalar mendarat di puncak gunung itu dan mereka keluar dari dalamnya setelah bambunya meledak hancur. Mengapa ada bambu pada puncak Pusuk Buhit yang tandus dan terjal? Tentu saja karena genangan air yang mengapung-kannya, yang tak lain adalah banjir besar.
Dapat dipahami  mengapa jalan cerita menjadi seperti itu, karena setelah ribuan tahun  terpisah dari induk bangsanya, narasi jadi berbeda. Bahtera Nuh berubah  menjadi sebentuk perahu bambu berbentuk pipa yang kedua ujungnya ditutup,  dan Bukit Ararat berubah menjadi
Pusuk Buhit.
8). Mangokal Holi atau  Eksumasi (Pemindahan tulang belulang)
Jika Pemerintah mengubah fungsi lahan  pekuburan, wajar jika tulang-belulang para almarhum/ah dipindahkan oleh  pihak keluarga yang terkait. Alasan ini sangat praktis.
Bagi orang  Tapanuli, penggalian tulang belulang (eksumasi) dari kerabat yang masih satu  dalam garis silsilah dan dikuburkan didaerah lain adalah praktek yang sangat  umum hingga sekarang. Sering alasannya hanya untuk kepuasan batin belaka  walaupun biayanya sangat mahal karena termasuk dalam kategori perhelatan  besar.
Pada bangsa Israel kuno hal semacam adalah kebiasaan umum. Sejarah sekuler menuturkan bahwa tulang belulang Yusuf dibawa dari Mesir ketika  bangsa ini keluar dari sana. Juga dalam kitab lain dalam Perjanjian Lama,  sekelompok masyarakat berniat memindahkan tulang
belulang dari satu  pekuburan (walaupun kemudian dihalangi oleh seorang nabi).
9). Peratap
Adalah wajar bagi jika satu keluarga menangis disekeliling anggota keluarga / kerabat yang meninggal dan terbujur kaku. Mereka menangisi si  mati, dan seseorang meratapinya. Meratap berbeda dengan menangis. Meratap  dalam bahasa Tapanuli disebut mangandung.
Mangandung ialah menangis sambil  melantunkan bait-bait syair kematian dan syair kesedihan hati. Karena  sepenuhnya terikat dengan komponen syair-sayir maka mangandung ad 676 alah  satu bentuk seni yang menuntut keahlian. Untuk memperoleh kepiawaian harus  belajar. Bahasa yang digunakan sangat klasik, bukan bahasa sehari-hari.  Setiap orang-tua yang pintar mangandung akan mendapat pujian dan sering  diharapkan kehadirannya pada setiap ada kematian. Di desa-desa, terutama  di daerah leluhur - Tapanuli - tidak mengherankan kalau seseorang orang yang  tidak ada hubungan keluarga dengan orang yang meninggal, bahkan tidak  dikenal oleh masyarakat setempat, namun turut mangandung disisi mayat.  Masyarakat mendukung hal seperti itu. Kata-kata yang dilantukan dalam irama  tangisan sangat menyentuh kalbu. Tak jarang pihak keluarga dari si mati memberi pasinapuran (ang pao) kalau si peratap tersebut pintar, sekedar  menunjukkan rasa terima kasih. Peratap-peratap dari luar ini sebenarnya  tidak menangisi kepergian si mati yang tidak dikenalnya itu. Alasannya untuk  turut meratap adalah semata-mata mengeluarkan kesedihan akibat kematian  keluarga dekatnya sendiri pada waktu yang lalu, dan juga yang lebih spesifik yaitu mengekspresikan seni mangandung itu.
Ini sangat jelas dari  ungkapan pertama sebelum melanjutkan andung-andungnya :,,Da disungguli ho  ma sidangolonhi tu sibokka nahinan"
Sibokka nahinan adalah anggota keluarga  sipangandung yang sudah meninggal sebelumnya. Selanjutnya dia akan lebih  banyak berkisah tentang mendiang familinya itu.
Bagaimana dengan bangsa  Israel? Dari sejarah diketahui bahwa ketika Yusuf (perdana menteri Mesir)  meninggal, sanak keluarganya membayar para peratap untuk mangandung. Kitab  Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berkali-kali mencatat kata  -kata  ratapan, meratap, peratap.
Kitab Ratapan yang ditulis oleh raja Salomo,  dalam praktek Israel kuno adalah syair-syair yang dilantunkan sambil  mangandung, kendati bukan pada acara kematian.
10). Hierarki pada tubuh
Dalam budaya Batak, kepala adalah anggota tubuh yang paling tinggi martabatnya. Menyentuh kepala seseorang dengan tidak disertai permintaan  maaf yang sungguh-sungguh, bisa berakibat parah. Sebaliknya anggota tubuh  yang paling rendah derajatnya ialah telapak kaki. Adalah penghinaan besar  jika seseorang berkata kepada seseorang lain:,,Ditoru ni palak ni pathon do  ho = Kau ada dibawah telapak kakiku ini", sambil mengangkat kaki  memperlihatkan telapak
kakinya pada seteru. Penghinaan seperti ini hanya  dilontarkan oleh seseorang yang amarahnya sudah memuncak dan sudah siap  berkelahi.
Pada zaman dulu, dalam setiap pertemuan, telapak kaki selalu diusahakan tidak nampak ketika duduk bersila. Pada bangsa-bangsa Semitik  tertentu di Timur Tengah, tradisi semacam ini masih tetap dijaga hingga  sekarang karena memperlihatkan telapak kaki pada orang lain adalah  pelanggaran etika yang berat, karena telapak kaki tetap dianggap anggota  tubuh yang paling hina derajatnya.
11). Tangan kanan dan sisi kanan
Dalam budaya Tapanuli, sisi kanan dan tangan kanan berbeda tingkat kehormatannya dengan sisi kiri dan tangan kiri. Jangan sekali-kali berinteraksi dengan orang lain melalui tangan kiri jika tidak karena terpaksa. Itupun harus disertai ucapan maaf. Dalam Alkitab banyak tercatat aktivitas sisi `kanan' yang melambangkan penghormatan atau kehormatan.
Yusuf sang perdana menteri Mesir memprotes ayahnya Yakub  yang menyilangkan tangannya ketika memberkati Manasye dan Efraim (baca Kejadian 48). Rasul Paulus dalam salah satu suratnya menyiratkanhierarki anggota tubuh ini. Juga baca Pengkhotbah 10:2, Mzm 16:8,
Mat  25:33, 26:64 Mrk 14:62, Kis 7:55-56, 1Pet 3:22, dll.
12). Anak sulung
Dalam hierarki keluarga, posisi tertinggi diantara seluruh keturunan bapak/ibu ialah anak sulung. Ia selalu dikedepankan dalam memecahkan berbagai masalah, juga sebagai panutan bagi semua adik-adiknya. Jika ayah (sudah) meninggal, maka anak sulung yang sudah dewasa akan
mengganti posisi sang ayah dalam hal tanggung jawab terhadap seluruh anggota keluarga seperti yang diungkapkan dalam umpasa : Pitu batu martindi-tindi, alai sada do sitaon na dokdok. Sitaon na dokdok itu adalah si anak sulung. Tanggung jawab itulah yang membuat dia besar, memberi karisma dan wibawa. Karisma dan wibawa, itulah profil yang melekat pada anak sulung.
Alkitab ditulis dengan bahasa manusia, bangsa  Israel kuno. Deskripsi tentang anak sulung pada bangsa ini sama seperti yang  ada pada suku Batak yang sekarang, sehingga the term of the firstborn  (istilah anak sulung) banyak terdapat dalam kitab tersebut. (baca Kel 4:22, 34:20, 13:12 dan 15, Im 27:26, Bil 3:13, 8:17, Mzm 89:28, Yer 31:9,Hos  9:20, Rom 8:23, Luk 2:27, 11:16, 1Kor 15:20 dan 23, Kol 1:15 dan 18, Ibr  1:6, Yak 1:18, dll)
13). Gender
Hingga sekarang posisi perempuan dalam  hubungan dengan pencatatan silsilah selamanya tidak disertakan karena  perempuan dianggap milik orang lain, menjadi paniaran ni marga yang berbeda.  Hal yang sama terjadi pada bangsa Israel kuno ; bangsa ini tidak memasukkan  anak
perempuan dalam silsilah keluarga. Ada banyak silsilah dalam Alkitab, tetapi nama perempuan tidak terdapat didalamnya kecuali jika  muncul sebagai yang sangat penting seperti Rut dan Maria (ibu Yesus).  Kalaupun nama Dina disebut juga dalam Alkitab, itu bukan karena posisinya  yang penting tetapi hanya sebagai pelengkap nama-nama keturunan Yakub yang  kemudian menurunkan seluruh bangsa Israel.
Dalam Tradisi Israel, anak  perempuan tidak dihitung sebagai bangsa, tetapi anak laki-laki, red.
14). Kemenyan BATAK TOBA
Ada cerita yang sangat dipercaya oleh  masyarakat Tapanuli, Sumatera Utara. Salah satu persembahan yang dibawa tiga  majuz atau cendekiawan dari timur untuk bayi Yesus yang baru dilahirkan diBetlehem itu berasal dari Tanah Tapanuli. Persembahan itu berupa kemenyan, mendampingi dua persembahan lainnya, emas dan mur. Lewatcerita turun-temurun, masyarakat Tapanuli percaya kemenyan itu dibawa  dari Pelabuhan Barus, yang dulu pernah menjadi pelabuhan besar, menuju Timur  Tengah, hingga ke Betlehem. Cerita itu semakin
bergulir mengingat sebagian  besar penduduk Tapanuli beragama Kristen dan Katolik yang erat dengan cerita  kelahiran Yesus Kristus.
Kebenarannya memang perlu diteliti, tetapi  setidaknya dari cerita itu bisa terlihat bahwa sampai sekarang pun getah  harum bernama kemenyan, yang dalam bahasa Batak disebut haminjon, itu  begitu erat dengan kehidupan orang Tapanuli. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumatera Utara yang juga mantan Bupati Tapanuli Utara RE Nainggolan menjelaskan, kemenyan pernah sangat menyejahterakan masyarakat Tapanuli.
Dan, getah harum itu ikut pula  membesarkan namanya. "Nenek saya pedagang kemenyan," tuturnya. Ia tahu  persis, pada tahun 1936 neneknya sudah mempunyai mobil untuk  mengangkut  kemenyan dari Tapanuli ke Pelabuhan Sibolga. Saat itu harga satu kilogram  kemenyan sama dengan satu gram emas. Standar itu dipakai terus oleh petani dan pengepul di Tapanuli: Satu kilogram kemenyan sama dengan satu gram  emas. Satu kilogram kemenyan juga setara satu kaleng (16 kilogram) beras.  Selain cerita tentang persembahan dari timur untuk
Nabi Isa itu, tak banyak  orang tahu sejarah kemenyan di Tapanuli.
Kebanyakan warga menyebutkannya  sebagai tanaman ajaib yang sudah ada ratusan tahun dan menghidupi masyarakat  Tapanuli.
15). Monoteisme Hamalimon – Parmalim – Ugamo Malim
Hamalimon –  Parmalim – Ugamo Malim, Agama Leluhur Bangso Batak Toba Parmalim,  kaum minoritas yang tegar mempertahankan nilai leluhur batak. Kata  Malim berasal dari bahasa Arab yang terdapat di kitab-kitab suci; yang  berarti suci dan saleh dari asal kata Muallim.
Dalam bahasa Arab Muallim  merujuk kepada istilah orang suci yang menjadi pembimbing dan sokoguru.  Parmalim diistilah Batak berkembang ke dalam pengertian; orang-orang  saleh berpakaian sorban putih.
Parmalim merupakan agama monotheis asli  Bangso Batak Toba. Parmalim sudah ada sejak  497 Masehi atau 1450  tahun Batak.
TUHAN
Ugamo malim menyebut Tuhan adalah Mulajadi na  Bolon (Awal Mula Yang Besar, red). Mulajadi na Bolon adalah Tuhan Yang Maha  Esa yang tidak bermula dan tidak berujung. Bahwa Mulajadi na Bolon atau  Tuhan itu wujud atau ada. Tetapi tidak dapat dilihat. Dia tidak bermula dan tidak mempunyai ujung. Dia adalah mutlak absolut, Maha Esa, Maha Kuasa,  Maha Agung dan tidak dapat dibandingkan. Dia dekat dan jauh dari alam  ciptaannya. Dia adalah kuasa yang menghukum dan kuasa mengampuni. Kuasa  kasih dan kuasa murka. Demikianlah sifat-sifat
Mulajadi Na Bolon, Tuhan yang  satu bersadarkan Ugamo Malim.
Dalam Injil Perjanjian Lama, menceritakan Raja  Salomo dikenal dengan Nabi Sulaiman, memerintahkan rakyatnya melakukan  perdagangan dan membeli rempah-rempah hingga ke Ophir. Ophir patut diduga  adalah Barus di Tapanuli. Perkiraan itu punya jejak spiritual berbentuk kepercayaan monotheisme. Misalnya Ugamo Parmalim yang menjadi agama asli  etnis Batak, meyakini Tuhan Yang Maha Esa dengan sebutan Ompu Mulajadi Na Bolon (Parmalim atau Ugamo Malim, pen).
Selain itu,  sekelompok penyebar ajaran Kristen Nestorian dari Persia yakni Iran, yang  menjejakkan kakinya di Barus. Kelompok itu diperkirakan datang sekira tahun  600an Masehi dan mendirikan gereja pertama di Desa Pancuran, Barus.
Tambahan: Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9,diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta  emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau.
Emas itu didapatkan  dari negeri Ophir. Kitab Al-Qur'an, Surat Al-Anbiya' 81, menerangkan bahwa  kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke "tanah yang Kami berkati atasnya"  (al-ardha l-lati barak-Na fiha). Di manakah gerangan letak negeri Ophir  yang diberkati Allah itu? Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri  Ophir itu terletak di Sumatera! Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis
Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus  yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16  mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri  Ophir-nya Nabi Sulaiman a.s. Secara "teologis" bisa dikatakan bahwa ugamo  malim juga menganut paham monoteistik, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha  Esa karena tujuan akhir semua doa mereka tetap diarahkan kepada debata  Mulajadi Nabolon (Tuhan Pencipta langit dan bumi). Ini hal yang luar biasa uniknya. Tidak ada analisis yang dapat menerangkan itu jika tidak menghubungkannya dengan faham monoteisme Yudaisme bangsa Israel kuno yang terbawa melekat hingga sekarang, tidak lekang oleh kikisan
kurun  waktu ribuan tahun.
Dalam melaksanakan ibadah, Parmalim melaksanakan upacara  (ritual) Patik Ni Ugamo Malim untuk mengetahui kesalahan dan dosa, serta memohon ampun dari Tuhan Yang Maha Esa yang diikuti dengan bergiat melaksanakan kebaikan dan penghayatan semua aturan Ugamo Malim.
Sejak  lahir hingga ajal tiba, seorang "Parmalim" wajib mengikuti 7 aturan Ugamo  Malim dengan melakukan ritual (doa). Ke-7 aturan tersebut adalah :
1.  Martutuaek (kelahiran)
2. Pasahat Tondi (kematian)
3. Mararisantu  (peribadatan setiap hari sabtu)
4. Mardebata (peribadatan atas niat  seseorang)
5. Mangan Mapaet (peribadatan memohon penghapusan dosa)
6.  Sipaha Sade (peribadatan hari memperingati kelahiran Tuhan
Simarimbulubosi)
7. Sipaha Lima (peribadatan hari persembahan / kurban)
Selain ke-7  aturan wajib di atas, seorang "Parmalim" harus menjunjung tinggi nilai –  nilai kemanusiaan seperti menghormati dan mencintai sesama manusia,  menyantuni fakir miskin, tidak boleh berbohong, memfitnah, berzinah,  mencuri, dan lain sebagainya. Diluar hal tersebut, seorang "Parmalim" juga  diharamkan memakan daging babi, daging anjing dan binatang liar lainnya,  serta darah.
Manusia yang mematuhi dan mengikuti ajaran Tuhan dan  melakukannya dalam kehidupannya, memiliki pengharapan kelak ia akan mendapat kehidupan roh suci nan kekal.-Kata bijak Ugamo Malim Secara implisit,  inilah yang menjadi ajaran suci keyakinan Ugamo Malim atau lebih dikenal  dengan Parmalim di Tanah Batak sejak turun temurun, seperti yang  dikatakan Raja Marnakkok Naipospos selaku Ulu Punguan (pemimpin spiritual)  Parmalim terbesar di Desa Hutatinggi Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba  Samosir.
Menurut beberapa pandangan ilmuwan sosial, sebenarnya Ugamo Malim layak menjadi sebuah agama resmi. Alasannya ialah dalam ajaran aliran  ini juga terdapat nilai-nilai religius yang bertujuan menata pola kehidupan  manusia menuju keharmonisan, baik sesama maupun
kepada Pencipta.
Dan  secara ilmu sosial tujuan ini mengandung nilai luhur. Bahkan, ajaran  Parmalim menuntut manusia agar hidup dalam kesucian," jelasnya kemudian  menerangkan secara detail asal-muasal kata Parmalim yang berasal dari kata  "malim". Malim berarti suci dan hidup untuk mengayomi sesama dan meluhurkan  Oppu Mulajadi Nabolon atau Debata (Tuhan pencipta langit dan bumi). "Maka,  Parmalim dengan demikian merupakan orang-orang mengutamakan kesucian dalam
hidupnya," jelas Marnangkok. Yang kami puja tak lain adalah Oppu Mula  Jadi Na Bolon bukan"begu" (roh jahat)," katanya.
"Dan inilah yang menjadi  bias negatif dari masyarakat terhadap Parmalim." Marnangkok kemudian  menjelaskan, Oppu Mula Jadi Nabolon adalah Tuhan pencipta alam semesta yang  tak berwujud, sehingga Ia mengutus sewujud manusia sebagai perantaraannya  (parhiteon), yakni
Raja Sisingamangaraja yang juga dikenal dengan Raja  Nasiak Bagi. Raja Nasiak Bagi merupakan julukan terhadap kesucian  (hamalimon) serta jasa-jasanya yang hingga akhir hidupnya tetap setia  mengayomi Bangsa Batak. Nasiak Bagi sendiri berarti ditakdirkan untuk  hidup
menderita. Ia bukan raja yang kaya raya tetapi hidup sama miskin
seperti rakyatnya.
Dengan demikian, Parmalim meyakini bahwa Raja  Sisingamangaraja dan utusan-utusannya mampu mengantarkan mereka (Bangsa  Batak) kepada Debata. Ugamo Malim diyakini sebagian orang sudah ada  sebelum ajaran Kristen dan Islam masuk ke daerah itu. Hidup dalam  kepasrahan.
Barangkali itu jugalah intisari dari pernyataan kata bijak  Parmalim yang mengatakan: "Baen aha diakkui sude bangso on hita, ia anggo so diakkui Debata pangalahon ta." (Tidakklah begitu berarti pengakuan semua  bangsa terhadap kita, dibandingkan pengakuan Tuhan terhadap
perilaku kita).
Catatan: Sisingamangaraja, adalah Singa yang merajai. Para Datu atau Tua-Tua Batak Toba, menjuluki Singa bagi Hukum dan Singa bagi para raja. Padahal Singa tidak ada di Tapanuli, yang ada hanyalah Harimau.  Kalau dilihat dari makna simbolis alkitab, hanya Suku Yehuda yang dijuluki  Singa Yehudah.
Seperti apa yang kemudian dijelaskan Marnangkok, " Untuk apa pengakuan dari setiap bangsa jika Tuhan sendiri tidak mengakui perbuatan  kita di dunia ini?" Nampaknya, perjuangan Ugamo Parmalim sudah berujung pada  kepasrahan. Dalam kepasrahan ini tentu saja masih ada harapan. Tapi, harapan  itu bukanlah berasal dari dunia, melainkan dari Oppu Mula Jadi Nabolon.  Dalam harapan itu, ada pula ketaatan untuk selalu mempertahankan hidup suci.  Selanjutnya ia mengucapkan kalimat dalam bahasa Batak, "Berilah  kepada kami penghiburan yang menangis ini, bawalah kami dari kegelapan dunia  ini dan berilah kejernihan dalam pikiran kami." Mereka yakin Debata hanya akan memberkati orang yang menangis. Nah, dalam kepasrahan
yang  berpengharapan inilah mereka hidup. Dalam keterasingan itu juga mereka  menyerahkan hidupnya pada "kemaliman" (kesucian). "Parmalim adalah mereka  yang menangis dan meratap," katanya.
Dalam ritual Ugamo Parmalim sendiri,  terdapat beberapa aturan dan larangan. Selain mengikuti 5 butir Patik ni  Ugamo Malim (5 Titah Ugamo Malim), juga terdapat berbagai kewajiban lainnya  seperti Marari Sabtu atau ibadah rutin yang diadakan setiap Sabtu. Dalam menjelang hari Sabtu, pengikut Parmalim dilarang bekerja atau melakukan  kegiatan apapun. Atau melakukan ucapan syukur dilakukan umat Parmalim setiap  hari Sabtu.  Marnakkok Naipospos, pemimpin Parmalim mengatakan: "Samisara  itu hari ketujuh bagi orang Batak.
Diidentikkan dengan hari Sabtu,  supaya berlaku untuk selamanya. Karena kalau kita bertahan pada  kalender Batak, yang muda ini bisa bingung. Makanya kakek kita  menentukan samisara ini hari Sabtu."
Kewajiban lain di antaranya adalah  Martutu Aek, yakni pemandian bayi yang diadakan sebulan setelah kelahiran,  Pasahat Tondi yaitu ritual sebulan setelah kematian, Pardebataan, Mangan na  Paet dan Pangkaroan Hatutubu ni Tuhan.
Ada pun larangan yang hingga kini  masih tetap dipertahankan di antaranya adalah larangan untuk memakan daging  babi dan darah hewan seperti yang lazim bagi umat Kristen. Memakan daging  babi atau darah dianggap tidak malim (suci) di hadapan Debata. Padahal dalam  ajaran
Parmalim sendiri dikatakan, jika ingin menghaturkan pujian kepada Debata, manusia terlebih dahulu harus suci. Ketika menghaturkan pelean  (persembahan) kesucian juga dituntut agar Debata dan manusia dapat bersatu.  Selanjutnya, Raja Sisingamangaraja memiliki keturunan
hingga 12 keturunan.  Itu pun secara roh.
Inilah yang kemudian menjadi acuan pada acara atau  ritual-ritual besar Ugamo Parmalim yang diadakan rutin setiap Sabtu dan  setiap tahunnya. Ritual-ritual besar Parmalim itu seperti Parningotan Hatutubu ni Tuhan (Sipaha Sada) dan Pameleon Bolon (Sipaha Lima), yang  diadakan pertama pada bulan Maret dan yang kedua bulan Juli.
Yang kedua  diadakan secara besar-besaran pada acara ini para Parmalim menyembelih  kurban kerbau atau lembu. "Ini merupakan tanda syukur kami kepada Debata  yang telah memberikan kehidupan," kata Marnangkok.
Catatan: Dalam Kitab  Paramalim, yakni Tumbang Holing, terdapat kisah manusia pertama, Adam dan  Hawa termasuk taman eden dimana hawa digoda si ular. Hal itu dalam istilah  bahasa Batak Toba.
Saya cukupkan saja dulu hingga disitu, karena  terlalu letih untuk membeberkan semua, termasuk indikasi-indikasi lemah yang  banyak jumlahnya. Jika data yang diatas itu saja dibawa kepada ahli statistik, yang tentu akan mempertimbangkan semua aspek-aspek lain yang  terkait kedalamnya, simililaritasnya dengan tradisi bangsa Israel kuno  dengan bukti autentik tertulis dalam Alkitab, informasi sejarah sekuler,  tradisi Semitik yang ada hingga sekarang, serta kesamaan tradisi itu pada  suku Batak setelah kurun waktu kurang lebih 3000 tahun, angka  perbandingan untuk mengatakan bahwa suku Batak Toba bukan keturunan  Israel mungkin 1 : 1,000,000 bahkan bisa jadi lebih.
Tulisan ini tidak  bermaksud menampilkan superioritas ras, suku atau bangsa atau budaya  tertentu. Jika tulisan ini menimbulkan kesan seolah-olah menonjolkan  superioritas suatu budaya tertentu, hal itu semata-mata terjadi karena topik  yang berfokus pada peran suatu etnis atau Bangso Batak Toba.  Keberadaan unsur asing dalam kebudayaan suatu bangsa adalah sebuah  kewajaran. Penyerapan unsur asing ke dalam suatu budaya lokal tidak berarti  menunjukkan
inferioritas kebudayaan yang menyerapnya.
Sejarah justru  mencatat, kebesaran suatu kebudayaan berkorelasi positif dengan banyaknya  unsur asing yang diserap dan dikembangkan oleh komunitas budaya  bersangkutan. Sejarah juga mencatat interaksi suatu komunitas budaya dengan  komunitas budaya lain, berjalan timbal
balik, tidak pernah searah saja.  Tulisan ini mestilah dipahami sebagai upaya menampilkan kemungkinan  terjadinya pertukaran nilai budaya dalam rentang waktu beberapa abad antara  Timur dengan Barat.
Pada jaman Raja-raja Israel dan Yehudah, telah dilakukan  kontak dengan Barus, Tapanuli dengan Israel, Mesir, Persia, Cina, India, Arab, Yunani dan Pakistan yang terjadi satu milenium sebelumnya, hubungan dagang tersebut sudah berlangsung beberapa abad sebelum masehi).
 
 
Toe ma, ganti ma suku muna gabe suku Arab, semoga diterima, amin!
ReplyDeleteemma tutu,molo suku batak bah suku batak mada.gabe bangso israel ninna.
ReplyDeleteAKU HERAN MELIHAT ORANG BATAK, YANG NOTABENE BANGSA INDONESIA, APA BENAR ORANG BATAK ITU KETURUNAN ISRAEL, BANGGA BANGAT SIH ORANG BATAK MENJADI BANGSA YANG MUNAFIK, PANTAS SAJA ADA ORANG BATAK YANG TIDAK MAU DIPANGGIL ORANG BATAK,"KAMI BUKAN BATAK,KAMI SIMALUNGUN,KAMI MANDAILING", HEI ORANG MANDAILING DAN SIMALUNGUN,KARO,JANGAN IKUT-IKUTAN ORANG BATAK TOBA YANG MERASA DIRINYA LEBIH ISRAEL DARI ORANG ISRAEL, DAN BUKAN ALTERNATIF JADI ORANG ARAB, KARENA KAMU SEMUA,ASLI ORANG INDONESIA
ReplyDeleteYaah, dianggap keturunan Israel gapapalah! Tetapi saya justru bangga dan sungguh berbahagia setelah menerima Yesus selaku Rajaku (jadi saya hambaNya!), lalu dipersilahkan oleh Yesus untuk menyeru "Bapakami yang di Surga..."
ReplyDeleteSejak itu saya berbangsa Surga, sehingga tidak perhatian lagi akan adat Batak, juga tidak perduli akan makam almarhum orang tua saya yang keduanya suku Batak Toba.
Salam di dalam Kasih Yesus, Raja Sorga.