Hidayatullah.com--Menurut seorang pengusaha Belanda bernama Mauritius Wijffels, revolusi yang terjadi di kawasan Arab sesungguhnya menguntungkan pengusaha asing. Hal itu disebabkan "pemerintah negara- negara Arab mulai menyadari bahwa penegakan hukm memberikan dampak positif," kata Wijffels sebagaimana dilansir Radio Nederland (11/8).
Menurut Wijffels, yang juga seorang pengacara itu, Mesir akan mengambil peran penting di dunia Arab. "Pandangan bahwa pembuat undang-undang dan penegak hukum harus juga mematuhi aturan yang sama, sebenarnya hal yang sangat baru, langkah besar untuk Timur Tengah."
Meki ia memperkirakan arus investasi akan deras masuk ke Mesir setelah pemilu mendatang, dan saat itulah waktu yang tepat bagi pengusaha untuk berusaha di negara tersebut.
Sudah hampir 25 tahun Wijffels melakukan usaha di Mesir. Sejak berusia 10 tahun dan tanpa sepengetahuan orangtuanya ia belajar bahasa Arab. Saat kuliah hukum di Universitas Leiden, tesisnya membahas perbandingan antara undang-undang Eropa dengan hukum syariah Islam. "Di era 1980an, banyak yang tidak tahu tentang Syariah." kata Wijffels.
Selesai kuliah Wijffels pergi ke negeri Arab. Awalnya ia berencana tinggal selama empat bulan di Mesir, tapi kemudian diperpanjang hingga empat tahun. Setelah kembali ke Belanda, ia masih sering mengunjungi Timur Tengah. Menurutnya, kepentingan bisnis dan hak-hak asasi manusia di Timur Tengah, tidak saling bertabrakan. Tahun 2005 ia membuka kantor konsultan untuk pada pengusaha asing yang masuk pasar Dubai dan Mesir.
Selama di negeri Arab ia mengalami rendahnya penegakan hukum baik perdata maupun pidana.
"Penguasaha dan investor yang ingin menanam modal, tapi tidak boleh memiliki saham perusahaanya sendiri sampai 51 persen. Atau mereka tidak punya kekuatan untuk mendapatkan haknya secara hukum, atau tiba-tiba pemerintah menarik ijin usaha, dan biasanya yang dimaksud dengan pemerintah adalah seorang pejabat, jadi sulit untuk ditindaklanjuti...," papar Wijffels memberi contoh.
Wijffels mendirikan yayasan yang bertujuan mendorong penegakan hukum di dunia Arab, lewat pelatihan dan kerjasama. Yayasannya bekerjasama dengan pemerintah, kegiatannya antara lain memberi pelatihan pada para hakim.
Menurut Wijffels para pegawai pemerintah yang harus mengubah mentalitas. Ia melihat pemerintahan di Timur Tengah menyadari pentingnya iklim investasi yang baik dan menyatakan minat pada gagasan berbisnis secara bertanggungjawab, apalagi di bidang yang berkesinambungan.
"Contohnya di Dubai semakin banyak gedung dibangun secara ramah lingkungan, sementara itu di Mesir dan Belanda ada proyek pembangkit enerji dari sampah." Bekerjasama dengan Kementrian Ekonomi, Pertanian dan Inovasi Belanda, Wijffels mengembangkan sebuah panduan bagi pengusaha di Timur Tengah.
Wijffels menilai, jalan Dunia Arab masih panjang untuk penegakan hukum dan kebebasan individu. "Tapi soal iklim bisnis, Belanda jangan sombong," katanya.
"Kebebasan dan toleransi adalah pengertian yang relatif. Secara keseluruhan negara-negara ini, saya rasa, tidak sebebas kita. Tapi di sisi lain, kalau orang seperti saya masuk ke sana, mendirikan perusahaan, meminta ijin usaha, semua tidak ada masalah. Tapi coba kalau orang Arab ingin mendirikan perusahaan di Belanda, sekalipun dia bawa modal. Tanggapannya sudah bisa diduga, mereka tidak bisa masuk sini. Padahal keterbukaan ini sangat penting diterapkan di dunia bisnis," papar Wijffels.
Negara-negara Timur Tengah dinilai memperlakukan pekerja dengan tidak baik, sehingga dianggap tidak mungkin menjalankan bisnis yang bertanggungjawab sosial di sana. Namun, Wijffels justru mengatakan bahwa banyak juga pengusaha asing yang datang ke Teluk justru karena aturannya yang tidak terlalu ketat.*
No comments:
Post a Comment